Manila-CS, 24/5/17: Tindakan cepat diambil Presiden Filipina, Rodrigo Duterte. Ia menyatakan, memberlakukan hukum darurat militer selama 60 hari di wilayah selatan negara itu dan mempercepat kunjungan ke Moskwa, Selasa (23/5/17) kemarin.
Ini dilakukannya, setelah ekstremis muslim yang beraliansi dengan ‘Islamic State of Iraq and Syria’ (ISIS) mengepung sebuah kota.
Pemberlakuan hukum darurat militer diambil Duterte untuk mempercepat tentara menghajar serta menyapu bersih para pemberontak dari ISIS tersebut.
Di Moskwa, juru bicara presiden, Ernesto Abella menyampaikan dalam jumpa pers, darurat militer itu berlaku mulai Selasa malam di wilayah Mindanao “atas dasar terjadinya pemberontakan”.
Tentara menyerbu
Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengatakan, pasukan pemerintah telah menyerbu persembunyian seorang tersangka utama teroris di kota Marawi, Selasa, sehingga memicu baku tembak sengit yang memaksa para militan memanggil bala bantuan dari kelompok Maute.
Dia mengungkapkan, puluhan militan bersenjata menduduki balai kota, sebuah rumah sakit, dan membakar sebuah penjara dan gereja serta sejumlah rumah dalam serangan nekat yang menewaskan sedikitnya dua tentara dan seorang polisi.
Namun, sejumlah militan tewas dalam pertempuran di kota Marawi, Provinsi Lanao del Sur, sekitar 832 km dari Manila. Tetapi, yang lainnya tetap mencoba mengepung kota berpenduduk lebih dari 200.000 orang itu. Aliran listrik ke kota itu telah diputus di tengah situasi yang kacau.
“Seluruh kota Marawi mati lampu, tidak ada cahaya, dan penembak tersembunyi kelompok Maute berada di mana-mana,” Lorenzana menyampaikan dalam jumpa pers di Moskwa dan disiarkan langsung di Filipina.
Darurat militer akan memungkinkan pasukan pemerintah menggelar operasi penggeledahan, menangkap, dan menahan para tersangka pemberontak lebih cepat, kata Lorenzana. Serangan juga akan dilakukan di wilayah lain provinsi itu yang disusupi kelompok ekstremis. Menurutnya, Marawi tetap dalam kendali pemerintah terlepas dari situasi sekarang. (B/S-BS/jr)