Dialog Publik tentang Pencegahan Penyebaran Terorisme dan Paham Radikalisme
MANADO, cahayasiang.com – Ketua Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK) Ronny Sompie saat tampil dalam dialog publik “Mapalus Mencegah Aksi Terorisme dan Penyebaran Paham Radikal di Sulawesi Utara untuk Menjaga Keutuhan NKRI” menjelaskan 99 Persen Warga Indonesia bangga jadi Indonesia.
Demikian disampaikan Sompie saat menjadi pembicara pada Dialog Publik tentang Pencegahan Penyebaran Terorisme dan Paham Radikalisme yang digagas Pemerintah Propinsi Sulut bekerjasama dengan Dewan Pengurus Kerukunan Keluarga Kawanua, yang berlangsung di ruang Mapaluse, Kantor Gubernur Sulawesi Utara, pagi hingga sore ini (Jumat, 6/10).
Dialog ini sendiri merupakan sebuah telaah kondisi global, nasional dan regional, atas gejala Terorisme yang bukan hanya terjadi di Luar Negeri, tetapi juga di tingkat regional Asia Tenggara. Terutama menyusul Bom Kampung Melayu dan termasuk Penguasaan Marawi Philipina oleh kelompok Teroris ISIS. Melihat semakin dekat dan semakin terindikasinya kelompok teroris dan paham radikal di Provinsi Sulawesi Utara, maka dirancanglah kegiatan ini dengan harapan, Aksi Terorisme dan Aksi Penyebaran Paham Radikalisme dapat terditeksi sejak dini.
Ditegaskan Sompie, terorisme merupakan gejala global yang kini juga menggejala di Indonesia, dan bukan tidak mungkin Sulawesi Utara. Persoalannya, aksi terror dan paham radikal, sebetulnya tidak terutama terkait dengan agama tertentu, tetapi belakangan semakin dikaitkan dengan agama tertentu di Indonesia, Islam. Hal yang bagi kami perlu di perdebatkan dan diklarifikasi karena bisa membelah kebersamaan sebagai satu Bangsa, Bangsa Indonesia dalam kerangka NKRI.
Dikatakannya, sekilas pemberitaan soal Terorisme dan paham Radikalisme, bagai melekat dengan agama mayoritas di Indonesia. Hal yang mesti dipahami sebagai satu hal yang tidak benar, karena agama manapun mengajarkan kebaikan, meski memang sering dipakai untuk alat pembenar atas tindak kejahatan sekalipun. Maka, hal ini perlu sangat dipahami, agar kebersamaan sebagai satu Bangsa, tidaklah hancur karena persoalan yang tidak diletakkan secara proporsional.
Selain itu, gejala terrorisme dan radikalisme di Indonesia, memang mesti disikapi secara komprehensif, karena gerakan radikalisme di Indonesia semakin menguat pasca Pilkada DKI. Terlebih, setelah kasus teror Bom Kampung Melayu dan penguasaan ISIS atas Kota Marawi di Philipina, yang sudah sangat dekat dengan Provinsi Sulawesi Utara. Pemerintah Pusat, bagaimanapun mesti berupaya keras agar penyebaran paham dan sikap radikalism, sedapat mungkin diminimalisasi lewat program deradikalisasi, maupun proses penguatan paham kebangsaan.
Dalam konteks ini, tambah Dirjen Imigrasi ini mengungkap bahwa pengalaman Sulawesi Utara mestinya bisa dan mampu memberi pilihan alternatif dan sikap toleransi terbangun yang bisa atau mampu disistematisasi dalam konteks Nasionalis. Kebersamaan yang selalu saling mengisi dan saling menjaga dalam kebersamaan Mapalus sebagai local wiedom, perlu diperkuat agar mampu terus merekat dan menjauhkan Sulut dari aksi terror dan menyebarnya paham radikalism.
“Mari kita gelorakan kebangaan kita sebagai bangsa Indonesia. Kejadian terakhir kasus di Marawi. Terjadi teror di Marawi sangat dekat dengan Sulut jadi Kerukunan Kawanua berupaya mendukung acara ini. Kasus teror di Sulut kita upayakan dengan kegiatan sosialisasi serta menyampaikan kepada keluarga apa yang kita perlu lakukan,” ujar Sompie.
Sompie pun mencontohkan baru-baru ini di Amerika ada penembakan Massal. Bukan tidak bisa terjadi di Manado. Oleh karena itu kita satukan cara berpikir kita di perbatasan ada 12 pulau kecil yang berbatasam dengan Filipina Selatan.
Ada pulau yang dihuni sebagaian WNI beragama islam yang pulau Tinatareng. Bisa saja dijadikan tempat pelarian dan transit. (CS/sisco/wilson)