Merokok bisa membunuhmu (foto: ilustrasi solussinews)
JAKARTA, cahayasiang.com – Panitia Kerja bakal memutuskan draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI untuk selanjutnya ditetapkan sebagai insiatif Dewan.
Namun, ada yang kontroversial dari draft RUU ini. Larangan iklan rokok di media penyiaran yang tadinya diatur dalam RUU Penyiaran, kini kembali dihapus.
Pada draf RUU awal yang disusun oleh Komisi IX DPR 6 Februari 2017 lalu, DPR telah menetapkan ketentuan larangan iklan rokok dari media penyiaran. Namun, pada saat harmonisasi di Baleg, Baleg mencabut larangan iklan tersebut. Pada draf terbaru, DPR kembali membolehkan rokok diiklankan dalam media penyiaran.
Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) Prijo Sidipratomo mengatakan, dalam draft terbaru RUU Penyiaran Pasal 144 ayat 1 menetapkan materi siaran iklan dibatasi untuk promosi iklan rokok. Pasal ini bertentangan dengan ketentuan pada draf yang sama Pasal 143 ayat 92 huruf I yang menyebutkan materi siaran iklan dilarang mempromosikan minuman keras dan zat adiktif lainnya.
“Iklan rokok kembali dibolehkan dan hanya dibatasi. Padahal di draf yang sama disebutkan larangan mengiklankan zat adiktif. Kita ketahui, rokok mengandung zat yang sangat adiktif yaitu nikotin,” kata Prijo di Jakarta, Senin (16/10/17) seperti diberitakan Suara Pembaruan dan dilansir BeritaSatu.com*.
Disebut Prijo, dengan mencantumkan ketentuan dibolehkannya rokok diiklankan dengan pembatasan, berarti tidak ada kemajuan dalam hal regulasi iklan rokok di media penyiaran. Masih dibolehkannya iklan rokok di media penyiaran, lanjut Prijo, memberi peluang industri rokok untuk jor-joran memasarkan dagangannya yang berbahaya.
“Ini dilihat dari sangat tingginya iklan rokok di televisi. Larangan total iklan rokok mutlak dilakukan, jangan cuma pembatasan,” kata Prijo.
Larangan Iklan Mutlak
Larangan iklan di media penyiaran mutlak, karena menurut Prijo, banyak anak dan remaja terpengaruh untuk memulai merokok karena terpapar terus menerus dengan iklan. Studi yang dilakukan Uhamka dan Komnas Perlindungan Anak pada 2007 lalu menemukan 97 persen anak mengaku melihat iklan rokok di televisi.
Di 2009, Data Global Youth Tobacco Survey menemukan sebanyak 90 persen anak usia 13-15 tahun melihat iklan rokok di televisi. Berbagai studi ilmiah juga membuktikan bahwa iklan mendorong anak untuk memulai rokok, terutama studi di negara maju.
Masih dari data Uhamka dan Komas Perlindungan Anak, 46,3 persen remaja mengakui mulai merokok karena terpengaruh iklan rokok. Sebanyak 50 persen remaja perokok merasa dirinya seperti yang dicitrakan iklan rokok, dan 29 persen lainnya menyalakan rokoknya ketika melihat iklan rokok pada saat tidak merokok. Rokok dianggap sebagai iklan yang paling menarik di televisi oleh remaja. (CS/*/wl)