Jakarta, 4/3/19 (CS): Upaya pencarian korban musibah longsor di tambang emas ilegal, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, terus dilakukan tanpa kenal jam.
Dilaporkan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bolaang Mongondow (Bolmong), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) menetapkan 14 hari masa tanggap darurat menyusul longsor tambang emas ilegal yang menimbun puluhan penambang di Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolmong, tersebut.
Hingga kini, belum ada data yang pasti terkait jumlah korban dalam insiden itu.
“Untuk kemudahan akses dalam penanganan darurat, Bupati Bolmong telah menetapkan masa tanggap darurat selama 14 hari terhitung Selasa 26 Februari 2019 hingga Senin 11 Maret 2019,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penangguangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan yang dilansir BeritaSatu.com, Senin (4/3/19).
Proses evakuasi sulit
Sutopo menjelaskan, proses evakuasi sulit dilakukan karena kondisi lubang galian yang sempit, sehingga membahayakan petugas SAR. Apalagi longsor terjadi pada lereng yang terjal. “Kondisi tanah labil, dan tidak diketahui berapa banyak lubang,” kata Sutopo Purwo Nugroho.
Ia menambahkan, kondisi korban yang diperkirakan sudah meninggal di dalam reruntuhan, juga menyulitkan evakuasi. Oleh karena itu, evakuasi dilakukan dengan menggunakan alat berat sembari membuat jalan baru menuju titik longsor.
Saat ini, tim SAR gabungan telah berhasil membuka lubang yang tertutup material longsor dengan alat berat. Namun belum bisa mengevakuasi korban yang tertimbun material.
“Evakuasi dengan alat berat dilakukan hati-hati agar tidak terjadi longsor susulan,” kata Sutopo Purwo Nugroho.
Sembilan meninggal
Enam hari pascalongsor, tim SAR gabungan telah berhasil mengevakuasi 28 orang.
Perinciannya, sembilan orang meninggal dunia dan 19 selamat dalam kondisi luka ringan serta berat.
Disebutnya, tidak ada data yang pasti berapa jumlah korban yang tertimbun longsor.
Berdasarkan laporan penambang selamat dan masyarakat sekitar, jumlah penambang yang bekerja di dalam lubang bervariasi.
“Ada yang mengatakan 30 orang, 50 orang, 60 orang, bahkan 100 orang, karena saat itu banyak yang sedang menambang di lubang besar, sedang di lubang-lubang kecil tidak diketahui,” ujar Sutopo Purwo Nugroho.
Hingga saat ini, laporan anggota keluarga yang hilang juga terbatas dari warga setempat, karena banyak penambang berasal dari luar. (CS-BS/jr)