Jakarta, 10/6/19 (CS): Hingga kini, emiten ritel busana terbesar di Indonenia masih dipegang oleh PT Matahari Department Store Tbk.
Menghadapi persaingan ketat kini dan ke depan, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) berencana menaikkan alokasi belanja modal (capital expanditure/Capex) tahun ini menjadi Rp1 triliun, lebih tinggi 39 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp716 miliar.
Dilaporkan, dana tersebut sebagian akan digunakan untuk membangun gerai baru dan pusat distribusi di Jawa Barat.
Head of Investor Relation Matahari Department Store, Margareth Go mengatakan, pada tahun ini perusahaan berencana membangun empat hingga enam gerai baru dengan luas 26 ribu meter per segi di sejumlah kota di Indonesia.
Selain gerai baru, perusahaan juga akan merombak beberapa gerai, agar lebih berorientasi lifestye.
Total operasikan 166 gerai
Investasi penambahan gerai di luar marchendising diperkirakan membutuhkan biaya sekitar US$ 1,5 juta atau setara Rp 21 miliar.
Dengan tambahan gerai tersebut, secara total perusahaan akan mengoperasikan sekitar 166 unit gerai hingga akhir tahun dengan total luas area lebih dari satu juta meter persegi.
Selain menambah gerai, perusahaan tahun ini juga berfokus merampungkan pembangunan pusat distribusi.
Pada tahun lalu, perusahaan membeli tanah senilai Rp299 miliar di Jawa Barat. Fasilitas baru ini diharapkan dapat beroperasi pada 2020.
“Seluruh belanja modal akan kami biayai dari internal perusahan,” ujarnya dalam paparan publik di Jakarta, akhir April lalu, sebagaimana juga dilansir Katadata.co.id.
Dorong peningkatan kinerja perusahaan
Dengan ekspansi yang perusahaan lakukan tahun ini, diharapkan bisa mendorong peningkatan kinerja perusahaan.
Pada tahun lalu, Matahari membukukan penjualan kotor Rp17,8 triliun, tumbuh 2,1 persen dibanding 2017 sebesar Rp17,4 triliun.
Adapun laba bersih sebelum penurunan nilai investasi pada 2018 tercatat sebesar Rp1,86 triliun, melemah 2,1 persen dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp1,9 triliun.
Sementara jika dengan penurunan nilai investasi, laba bersih perseroan anjlok hingga 42,5 persen menjadi Rp1,09 triliun.
“Untuk kinerja tahun ini, kami melihat bisnis ritel masih cukup menantang. Namun diharapkan pertumbuhan rata-rata penjualan per gerai (same store sales growth/SSSG) perusahaan tetap berada di kisaran 3,5 persen,” katanya.
Sejalan dengan kondisi industri yang menantang, perusahaan juga berecana menutup satu hingga dua unit gerai. Meski demikian, dia enggan menjelaskan mengenai lokasi penutupan dan menyatakan masih akan mengevaluasi kinerja gerai-gerai tersebut.
Marak di Indonesia
Fenomena penutupan gerai ritel beberapa waktu terakhir cukup marak terjadi di Indonesia.
Tercatat Hero Grup dan perusahaan ritel asal Thailand Central Department Store menutup gerainya dengan alasan efisiensi.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta, menilai, efisiensi melalui penutupan merupakan hal yang wajar di lingkup industri ritel untuk menjaga kelangsung bisnis perusahaan.
Salah satu alasan peritel menutup gerainya karena lokasi yang tidak menjanjikan. “Kalau tidak efisiensi, toko yang tidak sehat bakal mempengaruhi kepada toko yang sehat,” kata Tutum di Jakarta, awal tahun ini.
Selain itu, dia pun mengakui situasi ekonomi memang sedang lesu secara global dan domestik. Sehingga, perusahaan retail harus melakukan strategi yang tepat dalam menjalankan bisnis. Jika situasi membaik, perusahaan ritel biasanya akan kembali membuka gerai baru.
Disebutnya, pada 2018 sebanyak 400 unit tutup. Tetapi di sisi lain, penutupan itu juga diimbangi dengan pembukaan 500 unit gerai baru di lokasi yang berbeda.
Karenanya, Aprindo mengingatkan perusahaan retail supaya melakukan strategi yang lebih tepat untuk kelangsungan bisnis ke depan. Sebab, dengan pola konsumsi masyarakat yang berubah, peretail juga harus berdaptasi dan menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi.
“Harus ada usaha untuk penyesuaian metode dengan teknologi digital,” kata Tutum Rahanta. (CS-KD/jr)