Jakarta, 20/7/19 (CS): Seluruh masyarakat Papua diminta untuk tidak terpancing atau terprovokasi dengan penghargaan dari Dewan Kota Oxford kepada Benny Wenda.
Pihak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) juga menyataksn, Pemerintah Indonesia telah mengecam keras pemberian penghargaan bertajuk “Oxford Freedom of the City Award”. Bahkan telah menyampaikan keberatan kepada Dewan Kota Oxford atas rencana pemberian penghargaan itu sebulan lalu.
“Yang kita ingin masyarakat Indonesia, khususnya saudara-saudara di Papua untuk tidak terpancing dan melihat ini sebagai satu dukungan internasional dalam upaya separatisme yang dilakukan Benny Wenda dan kelompok kriminal bersenjatanya,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Kemlu, Teuku Faizasyah, dalam jumpa pers di Kantor Kemlu RI, Kamis (18/7/19) lalu.
Teuku Faizasyah menjelaskan, rencana pemberian penghargaan sudah dicetuskan sebulan lalu. Pemerintah langsung mengajukan keberatan karena Dewan Kota Oxford dinilai tidak memiliki pemahaman utuh atas sepak terjang kejahatan Benny Wenda.
“Tidak bersih lagi”
Dalam konteks bilateral, lanjut Teuku Faizasyah, keberatan juga disampaikan oleh Kedutaan Besar RI di London termasuk Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, di Jakarta.
“Faktanya, baru tiga pekan lalu, dia menyatakan bertanggung jawab atas pergerakan yang sifatnya politik dan bersenjata. Dengan dia mengakui ambil bagian, apa pun yang terjadi, tangan dia tidak bersih lagi. Jadi kalau disebutkan dia penggiat perdamaian, tidak benar sama sekali,” kata Teuku Faizasyah.
Pada awal Juli 2019, Benny yang merupakan pendiri Serikat Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP) mengklaim berhasil menyatukan tiga kelompok milisi separatis di Papua, termasuk Tentara Revolusi Papua Barat (TRWP) dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat/Organisasi Papua Merdeka (TPNPB/OPM).
Nama terakhir terlibat dalam kasus pembunuhan puluhan orang di proyek jalan Trans Papua di Nduga.
Sudah jauh berbeda
Teuku Faizasyah mengatakan, kondisi di Provinsi Papua dan Papua Barat sudah jauh berbeda dari apa yang dikampanyekan Benny Wenda dari Oxford.
Fisrbut Teuku Faizasyah, sejak meninggalkan Indonesia pada akhir tahun 1990, Benny Wenda sudah sangat terputus dengan realitas yang ada di Papua, termasuk bagaimana pemerintah telah melakukan banyak pembangunan dan adanya upaya pemekaran lewat pemberian otonomi khusus.
“Dengan demikian, kondisi riil di Papua sudah benar-benar berbeda, berubah dengan apa yang dikampanyekannya dari tempat dia tinggal dengan nyamannya di luar Indonesia atau di kota Oxford,” kata Teuku Faizasyah, seperti diberitakan Suara Pembaruan, dan dilansir BeritaSatu.com. (CS-SP/BS/jr — foto ilustrasi istimewa)