Jakarta, 12/8/19 (CS): Respons cepat diberikan Presiden Joko Widodo terkait usulan revisi RUU Komisi Pemerantasan Korupsi.
Dilaporkan, Presiden Jokowi telah mengirimkan Surat Presiden (Supres) kepada DPR terkait kesiapan pemerintah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Presiden disebut akan menyampaikan secara lebih rinci.
“(Surpres) sudah ditanda tangan dan sudah dikirim ke DPR. Nanti Bapak Presiden akan menjelaskan detilnya seperti apa,” kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno, di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (11/9/19) kemarin.
Pratikno menambahkan, daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah banyak yang mengeritisi draf RUU KPK. “Bahwa DIM yang dikirim oleh pemerintah itu banyak sekali yang merevisi draf RUU KPK yang dikirim oleh DPR,” tambah Pratikno.
Pratikno menyatakan, DPR mempunyai kewenangan untuk merumuskan UU. Hanya saja, menurut Pratikno, UU yang diputuskan harus disepakati bersama antara DPR dan pemerintah.
“Kan undang-undang harus disepakati bersama DPR dan pemerintah,” ujar Pratikno, seperti dilaporkan Carlos Paath dari Suara Pembaruan.
Pratikno pun menyebut, “Pak Presiden selalu katakan bahwa institusi KPK adalah lembaga independen. Dalam hal pemberantasan korupsi punya banyak kelebihan-kelebihan dibandingkan lembaga pemberantasan korupsi lainnya. Selebihnya Bapak Presiden akan menjelaskan lebih detil.”
Santri dukung revisi
Sementara itu, masyarakat yang mengatasnamakan Forum Santri Indonesia (Forsi) menggelar aksi damai mendukung revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aksi damai dilakukan di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/9/19). Para peserta aksi tersebut menggunakan atribut santri mulai dari sarung, baju koko, hingga peci.
Dalam aksinya, Forsi mendesak DPR segera merampungkan revisi UU KPK. Mereka menilai, revisi UU KPK dapat lebih memperkuat KPK sebagai lembaga yang konsisten memberantas korupsi. Revisi UU KPK dilakukan untuk memberi payung hukum yang pasti dan jelas untuk KPK.

“Revisi UU KPK bukan untuk melemahkan lembaga, justru revisi UU KPK ini sangat penting untuk memasukkan poin instrumen pengawasan terhadap sepak terjang KPK, dan juga mendorong KPK menjadi lebih baik, profesional serta untuk memperkuat lembaga antirasuah tersebut,” ujar koordinator aksi Sufriadi saat memimpin orasi di hadapan ratusan massa peserta aksi damai.
Sufriadi melanjutkan, revisi UU KPK merupakan sebuah keharusan demi meningkatkan kinerja KPK dalam memberantas korupsi. Kinerja KPK sebagai lembaga superbody tetap harus mendapatkan evaluasi dan pembenahan. Untuk itu KPK perlu memiliki dewan pengawas yang bertugas mengawasi kinerja KPK.
“Yang dikhawatirkan jika KPK tak bisa diawasi lembaga tersebut akan semena-mena. Oleh sebab itu sangat diperlukan dewan pengawas guna memberikan pengawasan terhadap penyadapan sebagai langkah pencegahan dan mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan,” tuturnya.
Selain itu massa juga menunutut agar KPK ke depan mampu mengutamakan unsur pencegahan dalam memberantas korupsi di Indonesia dibandingkan hanya melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Forsi menilai, kinerja KPK terkait proses pencegahan tindakan koruspi belum memuakan.
“Kinerja KPK dalam menekan korupsi belum memuaskan,” ujarnya.
Dalam orasinya, koordinator aksi juga menuntut pembenahan di tubuh KPK terkait posisi dan status kepegawaian para penydik KPK. Ada kesan bahwa sikap dan gaya pegawai KPK terlihat paling berkuasa di lembaga antirasuah tersebut. Hal tersebut dinilai sebagai hal yang bisa menghambat kinerja pimpinan KPK memberantas korupsi.
“Semangat perbaikan atau pembenahan harus jadi agenda utama para capim yang saat ini sedang melakukan uji kelayakan terhadap 10 capim KPK,” kata Sufriadi. (CS-SP/BS)