Cahayasiang.com, 7/10/19 (Jakarta):Di lima tahun ke depan, atau oeriode kedua kepemimpunan Presiden Joko Widodo, kita wajib mewapadai sejumlah ancaman bagi keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila.
Kepala Staf Umum Tenyara Nasional Indonesia (TNI), Letjen TNI Joni Supriyanto mengungkapkan, bangsa Indonesia akan menghadapi sejumlah ancaman nyata dan ancaman tidak nyata dalam lima tahun ke depan. Beberapa ancaman nyata yang bakal mengganggu Indonesia, menurutnya, ialah terorisme, radikalisme dan separatisme.
“Dalam kurun waktu lima tahun ke depan, kita menghadapi ancaman nyata seperti terorisme, radikalisme, dan separatisme,” ujar Joni dalam acara diskusi CSIS bertajuk “Forum Politik dan Kebijakan Publik, Transformasi TNI di Era Disrupsi Teknologi: Prospek dan Tantangan” di Gedung Pakarti Center, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (7/10/19).
Selain tiga ancaman tersebut, kata Joni, Indonesia juga bakal menghadapi ancaman nyata lain, seperti kontakan senjata, bencana alam, wabah penyakit, serangan cyber, drainase, hingga peredaran dan penyalahgunaa narkotika.
Di samping ancaman nyata, Joni juga menyebutkan ancaman belum nyata, berupa konflik terbuka yang berpotensi sewaktu-waktu terjadi.
“Walaupun masih belum menjadi prioritas garis keamanan, ancaman belum nyata terhadap bangsa Indonesia dapat berupa konflik terbuka yang berpotensi sewaktu-waktu terjadi,” ungkapnya.
Bangsa Indonesia, kata Joni, merupakan negara yang mempunyai potensi luar biasa besarnya. Sehingga perlu waspada terhadap ancaman-ancaman yang datang baik yang nyata maupun yang belum nyata.
Apalagi, menurutnya, bentuk-bentuk ancaman sangat dinamis.
“Sebagai bangsa yang memiliki potensi luar biasa, kewaspadaan harus tetap dijaga mengingat bentuk ancaman bersifat sangat dinamis, serta dapat berubah menjadi ancaman nyata ketika kepentingan nasional dan lembaga negara terusik,” tandasnya.
TNI, menurut Joni, sudah mempersiapkan diri menghadapi ancaman nyata dan belum nyata tersebut.
Dia menuturkan, tiga strategi pertahanannya. Yakni, strategi proporsional, seimbang dan terkoordinasi.
“Tujuan yang ingin dicapai dari strategi pertahanan tersebut adalah menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan melindungi keselamatan segenap bangsa,” demikian Joni Supriyanto.
Waspadai terorisme jelang pelantikan
Sementara itu, pelantikan Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden untuk periode kedua tinggal dua pekan lagi. Pemerintah diminta waspada terhadap kemungkinan adanya serangan terorisme.
“Ancaman itu mungkin terjadi, jangan disepelekan dan harus segera diantisipasi,” ujar pakar terorisme dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Muradi dalam diskusi bertajuk “Mewaspadai Ancaman Terorisme Jelang Pelantikan Jokowi” di Hotel Ibis Jakarta, Jumat (4/10/19) lalu.
Disebut Muradi, terbuka kemungkinan teroris menunggangi aksi-aksi demonstrasi yang marak belakangan ini. Para teroris tersebut merupakan anggota jaringan lama yang menunggu dan memanfaatkan momentum.
“Mereka ini bukan lone wolf, pasti sudah ada jaringan lamanya, bisa JAD (Jemaah Ansharut Daulah, Red), bisa kelompok lain,” tandasnya.
Muradi menilai, antisipasi terhadap kemungkinan serangan terorisme harus dilakukan oleh semua pihak. Dia berharap, ada gerakan rakyat semesta untuk melawan teroris, tidak hanya mengandalkan aparat.
“Jangan hanya mengandalkan kepolisian, warga harus waspada,” kata Muradi
Pada kesempatan yang sama, Ustaz Abu Fida, mantan narapidana terorisme, membenarkan kekhawatiran Muradi. Abu Fida menjelaskan, kelompok-kelompok teroris selalu mencari cara baru untuk mewujudkan eksistensi.
“Saya ini mantan, saya yakin kelompok-kelompok ini benar-benar ada, bukan rekayasa intelijen,” ungkap Abu Fida.
Jenis serangan, menurutnya, bisa bervariasi mulai dari yang keras sampai yang soft. “Mulai dari bom, sampai serangan fisik, bisa juga simbolik seperti pengibaran bendera,” tutur Abu Fida.
Sedangkan pengamat intelijen Ridlwan Habib menilai, kewaspadaan harus ditingkatkan di hari-hari menjelang pelantikan. Pasalnya, teroris selalu mencari kesempatan untuk menunjukkan eksistensinya.
“Terutama pada tanggal tanggal penting, 19 dan 20 Oktober 2019. Semua pihak harus waspada terutama aparat keamanan,” demikian Ridlwan Habib, seperti dilansir BeritaSatu.com. (CS-BS/jr)