Tidak Ada Manusia yang Ditakdirkan untuk Gagal dalam Hidup, Kecuali Dia Merencang untuk Gagal. Sementara Keberhasilan hanya dapat Diraih oleh Mereka yang tidak Takut Gagal….. (* B. Wilson Lumi)
AWALNYA, Kertas Chabar Minahasa yang menggunakan nama TJAHAJA SIJANG. Koran ini terbit pertama di Minahasa pada tahun 20 Januari 1869 (Bodewyn Grey Talumewo, Skripsi Strata Satu (S1) Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sam Ratulangi: “Perkembangan Pers Minahasa pada Masa Kolonial Tahun 1869-1942”).
Penerbitannya diprakarsai oleh Graafland, seorang misionaris Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), yang pada tingkat teknis banyak dibantu oleh Bettink, juga misionaris di lembaga yang sama. Tjahaja Sijang termasuk di antara koran-koran pertama di Nusantara yang diterbitkan dalam bahasa Melayu, setelah Soerat Chabar Betawie (1858, Batavia), Soerat Kabar Melaijoe (1859, Surabaya), dan Bintang Timoer (1865, Padang).
Dari kiri ke kanan: Jeffry Wuisan (Redpel), John Mokalu (Red. Nasional), Ferdinan Abram (Red. Opini), Willem Turambi (Red. Olah Raga), Renata Ticonuwu (Red. Kota), Lanny Politon (PU/Pemred), S. Engelber Panggey (WaPemred), B. Wilson Lumi (Sekred/SDM/Opini), Ferry B Rende (Manj. Pemasaran); (Jongkok) Juffry Suak (Red Politik), Jongky Palandeng (Red. Daerah), Semuel Muhaling (Red. Religi/Internasional) dan Royke Buyung (Red. Pendidikan).
Tjahaja Sijang yang terbit dua kali sebulan ini mungkin tak selalu dianggap sebagai bagian penting dari sejarah pers Indonesia, mengingat penerbitnya yang bukan ‘pribumi’. Namun sulit untuk menyangkal peran sejarah yang dimainkan koran ini dalam pembentukan etnik Minahasa modern.
Koran ini telah menghadirkan bahasa Melayu dalam media cetak dan karenanya mendorong penguatan daya unifikasi bahasa ini dalam masyarakat Minahasa.
Tjahaja Sijang (EYD: Cahaya Siang), adalah sebuah surat kabar yang diterbitkan sejak tahun 1869 hingga tahun 1925 di Minahasa (Manado) dan di sekitarnya. Ini merupakan salah satu surat kabar berbahasa Melayu tertua di Hindia Belanda dan —selama lima dekade— satu-satunya yang diterbitkan di Minahasa.
Tjahaja Sijang didirikan Nicolaas Graafland dengan tujuan untuk mendorong perkembangan masyarakat adat Minahasa dalam bidang religius, sosial, intelektual dan moral melalui membaca dan menempuh pendidikan.
Nicolaas Graafland sebenarnya adalah seorang guru NZG yang diutus untuk mengatasi kekurangan guru sekolah zending di pelosok Minahasa. NZG memutuskan untuk membuka sebuah sekolah pendidikan guru zending agar misi penginjilan bisa berjalan. Untuk itu NZG mengirim seorang guru-pendeta bernama Nicolaas Graafland (1827-1898). Graafland berangkat dari Belanda tanggal 23 Juli 1849, tiba di Sonder tanggal 16 Maret 1851 Graafland mulai bekerja di pos penginjilan Sonder lalu membuka Sekolah Pendidikan Guru Pribumi Zending tanggal 12 Juni 1851.
Kemudian mendirikan penerbitan Tjahaja Sijang, Kertas Chabar Minahasa. Nama surat kabar ini bukan hanya kebetulan menggunakan kata Tjahaja Sijang. Tapi, Misi pengunaannya, menggambarkan bahwa tugas penerbitan adalah membawa Cahaya kepada penduduk, bukan hanya Cahaya Injil, tetapi juga peradaban Barat, dengan cara menyingkirkan tradisi dan takhayul yang waktu itu masih dilakukan, masih dipercaya sebagai hal yang bermanfaat bagi kebidupan manusia Minahasa.
Untuk mencapai tujuannya, Tjahaja Sijang menerbitkan artikel dan editorial tentang berbagai macam pokok bahasan, mengangkat topik sekuler maupun agama, mulai dari konsepsi tradisional dengan konsepsi Kristen hingga masalah ekonomi dan sosial seperti sistem uang dan pertukaran serta penggunaan kerja paksa.
Selanjutnya, Tjahaja Sijang, Kertas Kabar Minahasa, diawaki “pribumi”. Pemiliknya memang Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), sebuah lembaga zending Belanda yang melahirkan Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM).
Pengaruh GMIM di Minahasa setara dengan Nahdlatul Ulama di Pulau Jawa. Tjahaja Sijang, terbit jauh lebih awal dari Medan Prijaji (1907). Buktinya bisa baca dalam penelitian David Henley Nationalism and Regionalism in a Colonial Context: Minahasa in the Dutch East Indie tentang besarnya pengaruh Tjahaja Sijang.
Sumber lain menyebutkan, seorang Peneliti Agama dan Politik Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Abdul Gaffar Karim, menemukan bukti bahwa Tjahaja Sijang yang awalnya terbit sekali sebulan dan belakangan dua kali sebulan ini mungkin tak selalu dianggap sebagai bagian penting dari sejarah pers Indonesia, mengingat penerbitnya yang bukan ‘pribumi’.
Namun penggunaan kata Kertas Chabar Minahasa setelah nama Tjahaja Sijang, membuktikan bahwa ini merupakan sebuah penerbitan dan bukan selebaran. Data otentik terbitan Tjahaja Sijang, Kartas Chabar Minahassa 1869 – 1925, masih ada di perpustakaan Australia. Koleksi ini terdapat di Menzies Library di Australian National University (ANU), Canberra. Selain di Perpustakaan Australia, koleksi Tjahaja Sijang juga terdapat di Belanda.
Menurut Abdul Gaffar, sulit untuk menyangkal peran sejarah yang dimainkan koran ini dalam pembentukan etnik Minahasa modern. Koran ini telah menghadirkan bahasa Melayu dalam media cetak selama masa terbitnya hingga tahun 1925. Karena itu, mendorong penguatan daya unifikasi bahasa ini dalam masyarakat Minahasa.
Di Menzies Library di Australian National University (ANU) Canberra, Abdul Gaffar Karim menemukan microfiche berisi koleksi Tjahaja Sijang yang sangat lengkap, dari tahun pertama terbit hingga tahun 1925. Total terdapat 274 lembar microfiche, yang masing-masing berisi puluhan halaman Tjahaja Sijang.
Isi koran ini sangat beragam, mulai dari berita terbaru, seruan keagamaan, informasi pengetahuan umum, atau komunikasi kebijakan. Selain digunakan dalam aktivitas misi dan pendidikan, bahasa Melayu juga digunakan oleh koran pertama yang terbit di kawasan Minahasa tersebut. Untuk studi S3 Ilmu Politik di UGM, Abdul Gaffar menekuni peran Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM).
Metamorphosis
Nama Tjahaja Sijang memang Legacy. Metamorphosis. Setelah sekian lama, 118 tahun sejak kelahirannya(20 Januari 1969)/62 tahun setelah tidak terbit (1925); tadak mengunjungi pembaca budiman, dipertengahan tahun 1987, kembali lagi nama ini muncul di Manado dan digunakan penerbit di bawah asuhan Lanny Politton. Penerbitan ini menjadi Koran Harian pertama yang terbit terjadwal di Sulawesi Utara, Surat Kabar Harian CAHAYA SIANG. Koran ini menjadi satu-satunya Koran yang sangat berpengaruh di Sulawesi Utara. Dengan tiras yang mencapai puncak, sampai 35 ribu eksemplar perharinya. Koran ini menjadi semacam bacaan wajib para stakeholders di kota Kawanua ini.
SKH Cahaya Siang awalnya merupakan koran pertama dari jaringan Jawa Pos Newsnetwork (JPNN). Pada 1990, Cahaya Siang lepas dari JPNN dan diambil alih grup Media Indonesia. Cahaya Siang merupakan ‘kawah candradimuka’ lahirnya para wartawan yang kelak menjadi ‘pejabat’ penentu di harian-harian pagi ternama Sulut, antara lain di Harian Komentar Grup, Manado Post Grup, Harian SINDO Manado, juga Media Sulut Grup.
Penerbitan ini bertahan hingga 7 (tujuh) tahun. Setelah masa panceklik media yang terus dihantui dengan pembredelan ketika itu. Ditahun 1994 akhirnya Surat Izin Penerbitan Pers (SIPP) Koran ini pun “dicabut”.
Masa reformasi, kembali “memaksa” pemerintah membuka pintu lebar-lebar bagi penerbitan untuk bisa menerbitan satu media cetak tanpa harus melengkapinya dengan SIUPP. Cukup dengan satu payung hukum, seperti Perseroan Terbatas (PT), Yayasan atau Koperasi, pembaca sudah bisa menikmati satu penerbitan pers, surat kabar.
Dengan kondisi ini, kembali lagi, di Sulawesi Utara hadir satu penerbitan yang menggunakan nama Cahaya Siang yakni Cahya Siang, koran pertama yang berani terbit di sore hari. Lagi-lagi Tjahaja Sijang, Cahaya Siang ataupun Cahya Siang menjadi pembuka jalannya. Cahya Siang kembali lagi menjadi barometer Koran pertama di Manado, Sulawesi Utara yang terbit pada sore hari.
Harian Sore Cahya Siang, terbit sejak 3 Maret 2009 di Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut). Koran sore pertama di Sulut ini memiliki kekuatan basic, yakni dipelopori oleh hampir semua wartawan Surat Kabar Harian Cahaya Siang, diantaranya Wilson Benadus Lumi (Pemred/Pennggung Jawab), Adi Palit (Pemimpin Umum), Adlin Lumempouw (Pemimpin Perusahaan) dan beberapa nama besar sebagai wartawan seniornya, yakni SE Panggey, Willem Turambi juga Celsius Manumpil).
Koran ini, diakui tak lepas dari nama besar Cahaya Siang pun Tjahaja Sijang, Koran pertama legendaris Sulut yang terbit sejak abad ke-18 itu. Kehadiran Cahya Siang kini, mulai meramaikan pangsa pasar surat kabar harian di Kota Manado menyusul Harian Tribun Manado (Kompas Gramedia Group) yang terbit sejak dua bulan silam. Bedanya, Cahya Siang dikelola oleh sebuah manajemen koperasi, bukan bagian dari konglomerasi surat kabar seperti Kompas Gramedia Group atau Jawa Pos.
Cahya Siang selama penerbitannya ini, sudah cukup meramaikan bursa para calon legislatif (Caleg) menjelang Pemilu Legislatif 2009. Terbukti, halaman khusus yang dibuka Cahya Siang bertajuk “Caleg Jadi” yang dikhususkan bagi para Caleg, menjadi barometer atau ukuruan bagi rakyat pemilih menentukan pilihannya. Cahya Siang, kini pembacanya sudah mencapai 15 ribu pembaca setiap harinya.
Kompetisi antarmedia harian di Kota Manado sangat tinggi. Namun, Cahya Siang walaupun modalnya kecil, tapi cukup diperhitungkan dalam menguasai/memiliki pasar tersendiri. Satu tujuan manajemen, Cahya Siang ingin menjawab kerinduan orang Sulawesi Utara terhadap hadirnya satu Koran berpengaruh bak reinkarnasi dari Tjahaja Sijang dan Cahaya Siang.
Sempat terhantam badai ditahun 2010, kami tidak berdiam diri. Di tengah persaingan media cetak yang begitu ketat, SKH Cahaya Siang tetap berani menunjukkan kelasnya. Seolah tak kenal menyerah, 02 Desember 2015 lalu, Cahaya Siang kembali eksis dengan nama Cahaya Siang News (CSN) dan kemudian persis di Hari Pendidikan Nasional, 02 Mei 2016 dengan berbagai pertimbangan, CSN berganti nama SKH Cahaya Siang di bawah managemen PT Cahaya Utara Indopersada.
Dengan semangat tak kenal menyerah, para awak media yang masih tetap mengandalkan tenaga SDM “lama” tapi dengan semangat “baru”, kehadiran SKH Cahaya SIang diharapkan dapat diterima khalayak pembaca di Sulawesi Utara khususnya.
Diera Informasi Teknologi yang terus bergerak cepat perkembangannya, Cahaya Siang tetap menunjukan kelasnya dengan mengikuti trend yang ada. Terhitung sejak 30 Maret 2009 (beberapa saat sejak terbitnya Harian Sore Cahya Siang), terbit media online dengan menggunakan nama legacy: CAHAYASIANG (http://www.cahayasiang.net).
Kehadiran website khusus ini, diharapkan bisa menyambung mata rantai penerbitan dengan nama Tjahaja Sijang, Cahaya Siang, Cahya Siang dan Cahaya Siang News di Bumi Nyiur Melambai ini.
Memang dierah disrupsi media kini, menutut kita untuk “berubah”. Halusnya bermetamorphosis (berubahi untuk tidak dikatakan kalah bersaing) mengikuti cepatnya perubahan zaman. Kita harus berani mengambil jalan itu, untuk tetap bersama pembaca Cahaya Siang. Tantangan kini, kita harus mampu berdiri tegak agar tidak tergilas kerasnya persaingan. Kita coba fokus bermain di Website.
Saat ini, 2019, sedikitnya ada 40.000-an situs sebagai sumber informasi di Indonesia, tapi mana yang bisa dipercaya? Kami, Cahaya Siang (www.cahayasiang.com) yang hadir sejak 2009 (cahayasiang.net) menjawab kebutuhan itu, yakni mencari kebenaran sejati. Cahayasiang.com dengan mengandalkan formulasi update, diharapkan bisa nyaman dibaca dan bisa dipercaya.
Tahun 2017 lalu, cahayasiang.com telah lahir kembali dengan wajah baru dan sajian berita yang lebih berkualitas. Kami berupaya memberikan informasi terbaik bagi pembaca budiman, menerapkan standar dan kaidah jurnalistik dalam setiap peliputan. Harapan kami, dengan begitu para pembaca budiman bisa tetap bersama kami, karena kami hadir memang hanya untuk pembaca yang budiman; kami hadir hanya untuk menjadi teman setia pembaca dalam segala ruang dan waktu.
Seperti tiada henti dalam mengikuti perkembangan zaman, sekaligus memenuhi keinginan pembaca, kini kami bertrasformasi; kami hadirkan cahayasiang.com yang tidak hanya dibaca melalui komputer/laptop Anda, tapi kami juga telah merancang design cahayasiang.com untuk bisa menemani pembaca budiman melalui peranti lain seperti Ponsel, BlackBerry, iPhone, iPad juga komputer tablet Android. Semua ini adalah upaya kami untuk membuat pembaca yang budiman lebih nyaman bersama kami.
Semoga bermanfaat. Tuhan Jesus memberkati. (*Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi/Penanggungjawab SKH Cahaya Siang; Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab cahayasiang.com)